Tinkerbell

Jumat, 10 Januari 2014

Ucapan Seorang Peri yang Ajaib


 

Dahulu, ada seorang janda yang memiliki dua anak perempuan. Anak yang sulung angkuh dan pemarah seperti ibunya, sedangkan yang bungsu manis dan lemah lembut.
Sang ibu sangat memanjakan anaksulung nya yang memiliki sifat yang mirip dengannya, dan memperlakukan si bungsu dengan sangat buruk. Si bungsu disuruhnya melakukan hamper semua pekerjaan di rumah. Salah satu dari tugas si bungsu yang malang adalah berjalan kaki 1 kilometer jauhnya ke sebuah mata air dan membawa pulang air dalam sebuah ember besar.
Pada suatu hari saat si bungsu sedang mengambil air di mata air, seorang wanita tua datang dan meminta air untuk minum.
“Tunggu sebentar, akan kuambilkan air yang bersih untuk Ibu,” kata si bungsu kepada wanita tua itu. Diambilnya air yang paling jernih dan bersih, lalu diberikannya kepada wanita tua itu dengan menggunakan teko air agar dapat dengan mudah diminum.
Wanita tua yang sebenarnya adalah seorang peri itu berkata, “Kamu sangat sopan dan suka menolong, jadi akan kuberikan keajaiban untukmu. Setiap kata yang kamu ucapkan akan mengeluarkan sekuntum bunga, batu permata, dan mutiara dari mulutmu.”
Si bungsu tidak mengerti maksud wanita tua itu. Ia hanya tersenyum lalu berpamitan dan berjalan pulang.
Sesampainya di rumah, ibunya memarahinya karena terlalu lama membawakan air. Si bungsu meminta maaf kepada ibunya dan menceritakan kejadian yang dia alami, bahwa ia menolong seorang wanita tua yang kemudian memberinya keajaiban. Selama si bungsu bercerita, bunga-bunga, batu permata dan mutiara terus berjatuhan keluar dari mulutnya.
“Kalau begitu, aku harus menyuruh kakakmu pergi kesana.” Kata sang ibu. Lalu disuruhnya si sulung untuk pergi ke mata air dan apabila bertemu dengan seorang wanita tua, disuruhnya si sulung untuk bersikap baik dan menolongnya.
Si sulung yang malas tidak mau pergi berjalan kaki sejauh itu. Namun dengan tegas, ibunya menyuruhnya pergi, “Pergi kesana sekarang juga!!!” sambil menyelipkan wadah air dari perak ke dalam tas si sulung.
Sambil menggerutu si sulung berjalan menuju mata air. Saat tiba disana, ia berjumpa dengan wanita tua itu. Tapi kali ini wanita tua itu berpakaian indah bagaikan seorang ratu. Lalu, wanita tua itu meminta minum kepada si sulung.
“Apa kamu kira aku datang sejauh ini hanya untuk memberimu minum? Dan jangan pikir kamu bisa minum dari wadah air perakku. Kalau mau minum ambil saja sendiri di mata air itu!” kata si sulung kepada wanita tua itu.
Karena sikapnya yang kasar, wanita tua yang sebenarnya seorang peri itu mengutuknya. “Untuk setiap kata yang kamu ucapkan, seekor katak atau ular akan berjatuhan keluar dari mulutmu!”
Saat tiba di rumah, si sulung menceritakan apa yang dialaminya kepada ibunya. Saat bercerita, beberapa ekor ular dan katak berjatuhan keluar dari mulutnya.
“Astaga!”, teriak ibunya jijik. “Ini semua gara-gara adikmu. Di mana dia?”
Sang ibu lalu pergi mencari si bungsu. Karena ketakutan, si bungsu lalu lari dan bersembunyi di hutan.
Seorang Pangeran yang sedang berburu terkejut melihat seorang gadis yang sedang menangis sendirian di hutan. Ketika Pangeran itu bertanya, dengan tersedu-sedu si bungsu menceritakan apa yang terjadi. Saat bercerita, bunga-bunga, mutiara serta batu permata pun berjatuhan dari mulutnya.
Pangeran jatuh hati kepada gadis yang baik itu. Dan Pangeran juga tahu ayahnya tidak akan keberatan mendapatkan seorang menantu yang baik seperti itu, apalagi dengan mutiara serta batu permata yang terus dihasilkannya. Maka Pangeran pun membawa si bungsu ke istana, lalu mereka menikah dan hidup berbahagia.
Sementara itu di rumah, sikap si sulung menjadi semakin memuakkan, dan ia pun terus menerus mengeluarkan katak serta ular dari mulutnya, sampai-sampai ibunya pun mengusirnya dari rumah.
Karena ia tidak tahu harus kemana dan tidak ada seorangpun yang mau menampungnya karena sifatnya yang buruk, ditambah dengan katak-katak dan ular-ular yang terus keluar dari mulutnya, maka akhirnya ia pun tinggal sendirian di tengah hutan.

sumber :  http://revitriafto.wordpress.com/2012/11/01/contoh-contoh-prosa/

Artikel Opini tentang Pendidikan

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, dan memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam pembangunan suatu daerah. Dengan membentuk masyarakat yang terdidik semua program-program yang dibuat oleh pemerintah daerah akan dapat dijalankan dengan baik, dan sebaliknya apabila keadaan masyarakat tidak atau kurang terdidik maka program-program yang ditawarkan oleh pemerintah daerah akan sangat sulit untuk dapat berjalan dengan baik.

Oleh karena itu, sudah semestinya Pemerintah daerah untuk berusaha lebih memfokuskan diri dalam memperhatikan pengembangan pendidikan di daerah dengan membentuk suatu perencanaan pembangunan dalam dunia pendidikan yang lebih baik dan berkualitas lagi agar nantinya hasilnya akan sesuai dengan espektasi dan kebutuhan. 

Sistem kebijakan yang dikembangan oleh Dinas Pendidikan daerah dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas, religius, partisipatif, dan terampil, memang sudah baik, akan tetapi ia masih memperlihatkan kekurangan, dan harusnya ia bisa lebih dioptimalkan lagi.

Faktor yang menjadi pemicu adalah kebijakan yang ada belum mampu menciptakan sebuah generasi penerus yang memiliki moral, etika, sopan santun, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa sehingga perlu dilakukan sejumlah hal yang memungkinkan hal tersebut dapat terwujud. 

Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat suatu dasar kebijakan pendidikan yang berlandaskan nilai moral. Pendidikan dan moral sangat terkait rapat, sebab tujuan akhir dari pendidikan tidak lain adalah untuk membentuk SDM yang berkualitas, baik secara akal maupun moral.

Karena SDM merupakan suatu cerminan dari sumbangan pendidikan atas maju atau mundurnya suatu bangsa. Mengapa harus memilki bangsa yang punya akal pikiran baik tetapi pada sisi yang lain memiliki moral yang bermasalah. 

Kebijakan pendidikan saat ini sepertinya masih terkesan mengesampingkan pentingnya nilai pendidikan moral. Sudah seharusnya kebijakan pendidikan yang ada dapat menciptakan sebuah generasi yang memiliki akal pikiran yang baik, bermoral, mandiri, jujur, santun, beretika mulia, berbudi pekerti, serta tidak kasar dan arogan.  Dan, sepertinya saat ini ha-hal tersebut belum dapat terealisasi, dan tentunya harus ada sebuah upaya tertentu untuk menyikapi kondisi ini.

Sangat perlu untuk dilakukan sebuah evaluasi dan pembaharuan. Proses pendidikan yang ada harus dapat mengarahkan peserta didik nantinya mampu membangun bangsa dan menunjung tinggi harga diri, dan harkat serta martabat bangsa. 

Reportase Brownies


Reportase Investigasi Brownies dan Bolu Kukus Berbahaya
Brownies
Sebenarnya brownies adalah kue yang berasal dari kesalahan karena bentuknya yang bantat namun karena memang seperti itu dibuatnya dan rasanya yang enak maka tak heran banyak penggemarnya.
Resep brownies berkembang cukup pesat, mulai dari yang dulunya dipanggang hingga dikukus. Mulai dijadikan cemilan dengan teh hingga untuk makanan siap saji pada waktu acara seperti arisan.

Namun, lagi-lagi ternyata kue ini juga termasuk makanan yang dapat diakali oleh oknum curang yang menambahkan bahan-bahan berbahaya. Ya, di pasaran beredar kue brownies yang mengandung zat berbahaya yang dapat meracuni perut dan otak.

Didalam tayangna tersebut, awalnya kecurigaan muncul tatkala terlihat pada warna kue yang mencolok dan setelah beberapa hari lamanya kue tersebut tak kunjung basi.
Hal tersebut menggiring ke pembuat kue, sebutlah Ijah (Nama Disamarkan).Ternyata benar dugaan bahwa kue yang dibuat Ijah ditambahkan borak/ bleng/ sering disebut pijer.

Borak sejatinya digunakan dalam non pangan seperti anti kecoa, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu. Bayangkan saja anti kecoa ditambahkan kemakanan????
Kue buatannya  juga diberi pewarna non pangan dan pemanis buatan. Dalam prosesnya Ijah menggunakan telur yang sudah rusak dengan cangkang yang telah pecah yang terkadang sudah mengeluarkan aroma busuk. BAHKAN tak jarang ditemui belatung pada telur yang dibelinya dengan harga 10rb/ kantong besar. Jauh lebih murah memang dibandingkan dengan telur yang masih bagus dengan harga 16 rb/ kg yang hanya berisi 10-12 butir telur.
Selain belatung yang jelas berbahaya, cangkang telur yang telah pecah menyebabkan adanya kontaminasi dengan bakteri lainnya. 
Mengenai aroma busuk dari telur yang sudah hampir busuk tersebut Ijah menggunakan essense pada adonan bownies agar bau telur busuk tersebut hilang, sedangkan pada bolu kukus air yang digunakan yaitu air berkarbonasi, demikian yang dituturkan Ijah.

Satu lagi yang mengagetkan saya yaitu dalam proses pembuatan brownies ternyata Ijah sama sekali tidak menggunakan coklat batang. Namun, dia menuju ke toko kosmetik. Bayangkan apa yang dia beli? Dia membeli pewarna rambut coklat untuk kuenya meski namanya brownies coklat.

Sekilas pembuatan kue tersebut sama dengan yang lainnya. Bedanya Ijah menggunakan tambahan zat berbahaya.
Untuk pemanis Ijah menggunakan natrium ciklamat, natrium cikalamat tidak mudah dicerna oleh tubuh, bila dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama maka akan mengendap di tubuh dan dianggap benda asing dan akhirnya dapat memicu sel kanker.

Contoh Bolu Kukus Baik
Bolu kukus
Setelah seluruh proses selesai, Ijah mengedarkan kue  brownies dan bolu kukusnya ke pasar dan mejual ke warung-warung. Tak berapa lama kuenya sudah diserbu dari anak-anak hingga dewasa. Ironisnya, terkadang kue buatannya juga dikonsumsi anak-anaknya sendiri. 

Apakah kecurangan oknum dalam pembuatan brownies membuat Anda mencoret kue lezat ini dari daftar makanan yang Anda konsumsi ???

Tidak perlu menghindarinya dan tidak perlu khawatir karena amsih ada pembuat kue yang jujur seperti Elis misalnya. Dia mengutamakan kualitas, bahkan di tokonya biasanya dia akan membuat brownies setelah ada pemesanan, sehingga pembeli dapat membawa brownies dalam keadaan hangat.

Untuk membuktikan penggunaan zat berbahaya tersebut, Tim mengadakan studi kasus kecil di Laboratorium Tek. Pangan Fakultas Teknik Univ. Pasundan.
Dengan kue Ijah sebagai sampel utama dan sampel acak di Pulau Jawa. Hasilnya sampel utama (Ijah) positif mengandung borak dan 4 sampel acak negatif. Untuk pengujian pemakaian pewarna non pangan sampel utama (Ijah) dan 2 dari 4 sampel acak positif mengandung pewarna non pangan.

Selain itu kue Ijah mengandung mikroorganisme yang melebihi batas Standar Nasional yaitu 
1x102 koloni/ gram diduga berasal dari telur berbelatung yang digunakan Ijah.
Salmonella adalah yang paling terdapat pada proses pembuatan makanan yang tidak hygienis.  

Rembulan di Kolong Langit

Gadis muda itu menatap dinding penyangga rel kereta antara stasiun Juanda dan stasiun Mangga Besar. Dinding yang bergambarkan anak-anak yang sedang belajar. Sederet kalimat tertulis di atasnya. ‘Dengan membaca menjadi cerdas’. Di sisi lain dinding berhiaskan gambar dan tulisan yang berbeda. ‘Sekolah, gerbang kehidupan yang lebih baik’. Senyum terukir di bibirnya yang indah, matanya sedikit berkabut. Angannya memaksanya menapaki jejak-jejak kehidupan yang tak mudah terlupakan. Kehidupan di kolong rel kereta.
“Aira, bangun sayang,” ujar bapaknya lembut. “Cepet mandi ya, terus sholat.” Setiap pukul setengah lima pagi, dengan setia bapaknya akan membangunkannya. Ibu sudah terlebih dulu sibuk membuat kue-kue yang sebagian akan dititipkan pada warung dekat rumah dan sebagian dijajakanya sendiri saat Aira tengah berada di sekolah.
Aira menggeliat malas, lalu bangkit dan merapikan tempat tidurnya yang hanya berupa selembar tikar pandan dan kasur bekas yang sangat tipis sekedar punggungnya tak menempel langsung dengan lantai. Ia lalu keluar ruangan yang merupakan rumahnya. ‘Rumah’ baginya adalah sebuah ruang persegi berukuran 3x3m yang terbuat dari triplek, menempel pada dinding pagar lahan milik PT KAI dekat stasiun Juanda. Atapnya terbuat dari terpal yang sudah ditambal di beberapa bagian. Tak ada sekat di dalamnya. Hanya ada sebuah lemari alakadarnya tanpa pintu (jika itu masih pantas disebut lemari) untuk tempat menyimpan baju-baju. Lalu sebuah tikar dan kasur tipis kumal tempatnya tidur, sebuah tikar lagi tempat bapak ayah dan ibunya tidur. Di sudut ruangan itu terlihat beberapa buku-buku dan peralatan sekolah Aira. Bertiga mereka menempati ruangan itu.
Ibunya biasa memasak di samping rumah mereka. Kamar mandi mereka adalah kamar mandi darurat yang dipakai bersama-sama dengan beberapa penghuni rumah-rumah liar disana. Jangan harap ada bak mandi yang bersih dengan pancuran yang sejuk atau bahkan bisa disetel untuk air panas. Kamar mandi itu hanya terbuat dari kain rombeng dirangkap plastik bening yang ditata sedemikian rupa sehingga menutupi orang yang sedang mandi di dalamnya. Tak ada bak mandi, hanya sebuah kran dan gayung untuk meratakan air. Lantainya terbuat dari batu kerikil yang ditaburkan agar tak menimbulkan becek jika terkena guyuran air mandi. Airnya mengalir ke selokan yang memanjang sepanjang tiang penopang rel kereta. Peralatan mandi dibawa masing-masing oleh orang yang akan mandi disitu. Setiap hari, sekitar 15 orang yang memanfaatkan ‘kamar mandi’ itu.
Aira segera mengambil peralatan mandinya dan melupakan dinginnya pagi itu agar segera mendapat giliran mandi sebelum para penghuni lain mulai mengantri. Ia juga harus segera bersiap untuk pergi sekolah yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya. Bapaknya akan mengantarnya ke sekolah berjalan kaki sambil mencari barang-barang bekas yang masih bisa dimanfaatkan. Ya, bapaknya memang seorang pemulung.
Keluarga Aira mulai menghuni tempat itu sejak Aira berusia 1,5 tahun. Sebelumnya mereka tinggal di sebuah kampung di Jawa Timur. Bapak Aira termasuk salah satu orang kampung yang terpedaya magnet kota Jakarta. Berbekal tekad dan sedikit uang, bapak dan ibunya membawa Aira yang baru bisa berjalan, mengadu nasib di belantara Ibukota. Sayang nasib tak berpihak pada mereka, setelah lontang-lantung dan bekerja serabutan selama beberapa waktu, keluarga Aira akhirnya tak bisa lagi mengontrak sebuah rumah yang paling kecil sekalipun. Mereka hanya bisa membuat rumah alakadarnya dari triplek dan kayu bekas. Bapaknya menjadi pemulung dan ibunya menjajakan kue-kue buatan sendiri. Tapi keadaan mereka tak menyurutkan semangat bapak Aira untuk menyekolahkannya. Ibunya pernah mengeluhkan pada bapak tentang beratnya menyisihkan uang untuk membeli buku-buku Aira. Tapi bapaknya tak mau Aira sampai keluar dari sekolah. Aira yang beranjak menjadi gadis kecil yang cantik dan cerdas.
“Apa kau ingin, Aira menjadi seperti kita, bu, atau seperti si Luluk yang kelayapan di malam hari mencari om om senang?” kata bapaknya setiap ibunya mulai mengeluh. “Tidak. Aira adalah putri kecilku yang cantik dan cerdas. Aku tak mau ia menanggung derita akibat kesalahan orang tuanya. Seberat apapun aku akan menjadikannya keluar dari lingkaran kumuh ini. Dan aku yakin, sekolah adalah cara yang terbaik untuk itu.”
Sejak itu ibunya tak lagi mempertanyakan kenapa harus memaksakan Aira untuk sekolah. Ia hanya bisa bekerja lebih keras membuat kue-kue untuk dijajakan. Kawan-kawan bapaknya suka meledeknya, kenapa bersemangat sekali sekolah, sementara teman-teman sebayanya sibuk mengamen, mengemis atau bahkan menjajakan diri. Aira hanya tersenyum, atau sesekali menjawab singkat, “Aku ingin meraih rembulan.” Biasanya mereka kan menertawakannya, tapi ia tak peduli.
Pada malam-malam purnama, bapak selalu mengajaknya ke sebuah tempat yang keramat bagi mereka berdua. Berdiri di depan dinding tiang penyangga rel kereta yang bergambarkan anak sekolah dan bertuliskan ‘Sekolah, gerbang kehidupan yang lebih baik.’ Lalu memandang purnama yang terang di langit malam dan berkata, “Aira anakku, kamu memang hanya anak seorang pemulung. Tapi, rembulan itu tak pernah pilih kasih memberikan sinarnya, menunggu manusia-manusia untuk meraihnya. Jangan sekali-kali kau takut untuk meraihnya. Rembulan tak setinggi langit, Aira. Kau pasti bisa. Bapak dan ibu akan membantumu sekuat tenaga.”
“Bapak yakin aku akan bisa?”
“Dengan doa dan usaha yang keras, bapak sangat yakin kau bisa.”
Begitulah, setiap purnama, bapak memompakan semangat untuk terus maju.
“Kalau sekolah memang bisa membawa kita pada kemajuan, lalu mengapa mereka tak mau sekolah, pak?”
“Karena mereka tak bisa melihat rembulan.”
Aira tak mengerti maksud perkataan bapak, tapi ia sangat yakin apa yang dikatakan bapak benar. Ia sangat bangga memiliki bapak sepertinya. Karena itu Aira belajar lebih keras meski dengan sarana seadanya. SPP memang sudah tak perlu bayar lagi, tapi kebutuhan sekolah lainnya tetap pelu diperjuangkan. Buku-buku pelajaran tak semua bisa dibeli dengan dana BOS, buku tulis, seragam, sepatu, dan tas sekolah tetap memerlukan biaya yang tak sedikit bagi keluarga Aira. Beruntung Aira anak yang mau menerima keadaan. Seragam kumal, sepatu yang harus ditambal berulang kali, atau buku yang terpaksa harus pinjam temannya dan buku tulis yang harus ia hemat sedemikian rupa tak menyurutkan ia belajar dan bersaing dengan teman-teman lainnya.

Sesekali Aira sangat senang ketika di antara gurunya memberikan tas, seragam, atau peralatan sekolah sekedarnya. Aira memang menjadi kesayangan gurunya. Kondisinya yang kekuranyan tak membuat ia menjadi tertinggal. Kecerdasan otaknya mungkin bukan yang terbaik di sekolahnya, tapi Aira anak yang pintar bergaul dan tekun. Paling tidak ranking sepuluh besar selalu ia genggam. Ia pun ringan tangan membantu teman-temannya dalam segala hal.
Beberapa temannya ada pula yang tak suka dengannya karena iri. Tapi Aira tetap menghormati mereka meski sering kali diganggu mereka.
Suatu hari, sepulang sekolah, bapak mengajak Aira ke sebuah tempat. Universitas. Mereka berdiri di depan universitas tersebut cukup lama. Bapak memandangi bangunan dan mahasiswa yang lalu lalang keluar masuk. Aira tak mengerti mengapa bapak mengajaknya kesana.
“Pak, mengapa bapak mengajakku kesini?”
“Kau lihat bangunan itu Aira?” Aira mengangguk.
“Itu adalah gedung yang akan mencetak orang-orang pintar.”
“Bagaimana Bapak tahu?”
“Itu namanya universitas. Dan kau lihat mereka yang keluar masuk gedung itu? Mereka itu calon-calon orang pintar. Kau mau seperti mereka?”
“Pasti aku sangat ingin. Tapi biayanya pasti mahal, pak.”
Binar mata Bapak tak sedikit pun meredup oleh pertanyaan Aira.
“Kita pasti bisa. Kau pasti bisa.”
“Bagaimana caranya, Pak?”
“Aku tak tahu bagaimana, tapi bapak yakin impian bapak itu akan menjadi nyata. Bapak selalu berdoa untukmu.”

Tiba-tiba percakapan mereka terganggu oleh kedatangan seorang satpam unversitas itu. Mungkin ia curiga melihat seorang pemulung dan anak kecil berseragam sekolah dasar sejak tadi memandangi bangunan universitas.
“Sedang mencari apa pak?”
“Oh tidak ada, pak. Saya sedang membangun mimpi buat anak saya. Suatu saat anak saya akan bisa bersekolah di sini.”
Satpam itu terheran-heran dan tersenyum geli.
Ini orang, mimpinya nggak kira-kira ya.
“Ya, sudah jangan menghalangi mahasiswa yang mau lewat ya.”
“Terima kasih pak, kami sudah selesai. Mari!”
“Ya, mari.”

Mereka lalu beristirahat sejenak di bawah pohon di pinggir jalan sambil minum air bekal dari rumah.
“Aira, kau mau berjanji pada bapak?”
“Ya, Pak.”
“Berjanjilah kau akan bisa seperti mereka.”
“Tapi, Pak…”
“Yakinlah, ini bukan sekedar mimpi. Kau pasti bisa. Selama Bapak masih hidup bapak akan berjuang sekuatnya agar kau bisa meraihnya.”
“Ya, pak.”
“Pun bila Bapak tak lagi bisa mendampingimu, berjanjilah kau akan terus berjuang meraihnya.”
“Pak…”
“Berjanjilah..!”
“Aira janji, Pak.” Kedua anak beranak itu tersenyum. Langit bergetar mendengar harapan tulus mereka, berjanji menyampaikannya pada Penguasa Semesta.

Mereka lalu pulang bergandengan tangan. Bapak adalah tokoh idola Aira. Disaat bapak-bapak yang lain membiarkan anak-anaknya mengamen, mengemis, atau bahkan mencopet dan menjajakan diri, Bapaknya malah menyuruhnya sekolah. Sebentar lagi Aira lulus SD dan ia tak tahu apa bisa melanjutkan sekolah ke SMP.
Malam itu Aira membenamkan di kepalanya sebuah tujuan, sekolah setinggi mungkin untuk meraih rembulan. Apapun, bagaimanapun caranya.
Hari itu, Aira terlambat pulang sekolah. Gurunya memintanya membantu mempersiapkan acara yang akan diadakan oleh sekolahnya esok hari. Aira yang sudah kelas 3 SMA telah menjelma menjadi seorang gadis yang cantik, bersih, dengan mata beningnya yang kelihatan penuh optimisme. Hari sudah menjelang malam. Aira berjalan sendiri melewati sepanjang rel kereta. Bapak sudah tidak menjemputnya seperti ketika masih SD dan SMP. Adzan Magrib baru selesai berkumandang. Namun pemandangan sepanjang jalan ke rumahnya membuat berdiri bulu kuduknya. Selama ini Aira tidak pernah diizinkan bapak untuk keluar malam. Selama ini Aira sudah sering mendengar selentingan tentang aktifitas malam hari perempuan-perempuan tetangganya, tapi baru kali ini Aira melihat sendiri.
Aira makin mempercepat langkahnya ketika merasa ada orang yang mengikutinya dari belakang. Mulutnya tak berhenti komat-kamit meminta pertolongan pada Tuhan. Langkah-langkah yang mengikutinya kian mendekat.
“Jangan cepat-cepat, Neng! Mari kita bersenang-senang dulu bersama akang,” kata salah seorang yang mengikutinya. Aira hampir berlari ketika di sebuah belokan yang gelap, sebuah tangan yang kokoh menariknya. Aira nyaris menjerit ketika kemudian ia mengenali orang tersebut.
“Bapak!”
“Kau diam di sini. Biar bapak beri pelajaran dia.”
“Jangan, Pak. Aira takut.”
“Kalau terjadi apa-apa dengan bapak, jangan pedulikan bapak. Larilah dan berteriak sekencang-kencangnya mencari pertolongan. Satu lagi, berjanjilah kau akan terus sekolah apapun yang terjadi.”
“Pak…” Aira tercekat. Ia sangat khawatir dengan bapaknya.

Bapak lalu menghadapi dua orang pemuda yang sedang mabuk itu.
“Berani sekali kau mengganggu anakku.”
“Ha ha ha. Memangnya kau siapa? Anakmu itu gadis yang cantik. Akan berguna bagimu jika kau jual pada kami… hua ha ha ha…”
Aira bergidik mendengar tawa itu.
“Sudah, jangan banyak omong. Mana perempuan itu?” kata lelaki yang satunya mencoba mencari Aira yang bersembunyi dalam gelap. Bapak mencoba menghalangi, namun sebuah tendangan tiba-tiba menghantam kakinya. Baku hantam pun terjadi beberapa saat. Merasa terdesak, bapak berteriak menyuruh Aira lari minta pertolongan. Aira sangat ketakutan tapi ia juga tak tega meninggalkan bapak dikeroyok preman-preman itu. Sampai sebuah benda mengkilat berkelebat menusuk perut bapak. Darah langsung mengucur dengan deras. Aira yang sejak tadi mengintip dalam gelap, menjerit.
“Lari, Aira!” pelan suara Bapak berusaha memperingatkan Aira. Antara khawatir keselamatan bapak, Aira berlari sekencang-kencangnya sambil berteriak kesetanan.


Aira memeluk ibunya erat. Menatap pusara bapak yang mulai sepi ditinggalkan para pelayatnya. Segalanya tak lagi sama. Bapak tak tertolong setelah seminggu dirawat di rumah sakit. Aira dan ibunya terpaksa pindah rumah demi keselamatan mereka. Meskipun dua orang penyerang bapak telah ditangkap, mereka khawatir suatu saat akan balas dendam. Beruntung, ada seorang polisi yang baik hati, mau memberi mereka bantuan agar bisa mengontrak rumah sederhana. Aira dan ibu memulai hidup baru berdua. Ibunya tetap berjualan kue, sementara ia mencoba memberikan les kepada anak-anak di sekitarnya. Dengan segala kesederhanaan, ia bisa melanjutkan kuliah. Di benaknya hanya ada belajar dan belajar. Prestasinya sangat cemerlang dan berhasil menjadi asisten dosen. Sekarang ia benar-benar menjadi dosen di sebuah universitas ternama. Kehidupannya semakin membaik. Ibunya sudah berhenti berjualan.
Setelah segala yang diraihnya, Aira sangat merindukan bapak dan tiba-tiba ia ingin mengenang bapak dengan mengunjungi tempat tinggal mereka dulu. Semua telah berubah, rumah-rumah kardus dan kayu bekas telah sirna. Lukisan itu masih ada meski telah mulai samar. Beberapa bahkan telah diganti lukisan dan tulisan baru.
Aira menghentikan mobilnya dekat tempat dimana dulu ia biasa mandi. Sekarang tempat itu telah bersih. Semenjak kejadian pembunuhan bapak, tempat itu di bersihkan oleh aparat dari segala aktifitas pemukiman liar. Rumah-rumah kardus habis diobrak-abrik dan dibakar.
Kini Aira berdiri di tempat keramatnya bersama bapaknya dulu. Rembulan telah diraihnya, meski tanpa bapak. Tapi tanpa pengorbanan bapak, semuanya tak mungkin bisa.

Kamis, 09 Januari 2014

Reportase Telor Palsu

Telur ayam kampung dijual di pasaran lebih mahal karena khasiatnya yang di percaya membantu mengembalikan stamina bagi yang mengkonsumsinya. Kalau ayam negri lebih enak untuk didadar dan digoreng, orang lebih suka mengkonsumsi telur ayam kampung denga cara ditelan mentah-mentah. Tapi, pernah gak sih kita berpikir bahwa telur ayam kampung yang kita beli itu asli atau palsu ? Nah sekarang akan saya bahas.

Saat ini, sudah banyak pedagang yang menukarkan telur ayam kampung dengan telur ayam negri yang lebih murah. Cara mereka menukar telur ayam negri dengan telur ayam kampung yaitu sebagai berikut :

   1. Siapkan wadah
   2. Lalu diwadah isi air dan bahan kimia
   3. Taruh telur diwadah
   4. Diamkan / rendam telur selama satu jam
   5. Keringkan

Telur yang dihasilkan dgn cara tadi akan mirip dengan telur ayam kampung yang asli. Tetapi bukan berarti kita tdk bisa membedakannya. Caranya:

    * Bentuk : asli lebih kecil dan licin, smentara telur yg palsu akan terasa lebih kasar.
    * Isi        : asli kuning telurnya lebih banyak dan warna kuning telur kemerahan. Sedangkan telur palsu kuning telur lebih sedikit dan warna kuning telurnya kuning terang.

Gak cuma telur ayam kampung aja yang dipalsuin tapi telur asin yang biasa kita beli juga sudah banyak dipalsukan.Telur asin yg smestinya dibuat dari telur bebek dipalsukan menjadi telur ayam Cara pemalsuannya beragam. Mulai dari 3 hari bahkan ada yang satu hari, padahal sebetulnya telur asin yang asli baru bisa dijual dua minggu kemudian. Tentunya ini sangat menguntungkan bagi mereka yang berhasil menipu masyarakat. Harga telur asin dipasaran sekarang ini sekitar Rp.1500 sedangkan telur ayam sebutir hanya Rp.600 per butir. Berikut ini bagaimana cara pedagang memalsukan telur asin :

   1. Jadi mereka memilih telur ayam yg ukurannya mirip dengan ukuran telur bebek
   2. Mereka lalu membeli cat tembok warna telur asin yaitu hiaju tosca
   3. Cuci telur hingga bersih supaya cat menempel di telur.
   4. Campurkan cat,garam dapur, dan garam kasa
   5. Rendam telur selama 3-5 hari
   6. Cuci dan lap telur hingga bersih
   7. Lalu mereka memberikan tepung kanji untuk mengelabuhi pembeli

Ada lagi satu cara membuat telur ayam menjadi telur asin:

   1. Cuci telur
   2. Rendam telur dengan air cuka cukup ujungnya saja sekitar 30 mnt
   3. Ketika ujungnya sudah melunak lalu disuntik air garam (takaran tdk tentu)
   4. Rebus
   5. Dinginkan
   6. Beri warna dengan cat sablon
   7. Olesi tepung kanji

Ini sangat tidak layak untuk dibeli, karena tidak bersih dan tidak terjamin kesehatannya. Tapi tetap ada cara agar kita tidak tertipu dengan pemalsuan telur asin ini :

  1. Cek apakah ada bercak, periksa tepung pembalutnya
   2. Isi yang asli kuning telurnya kemerahan sedangkan yg palsu kuning keputihan karen dari telur ayam.



Nah sekarang kita sudah mengetahui dan mengerti tentang pemalsuan telur. Jadi mulai sekarang berhati-hatilah dalam memilih telur. Jangan sampai tertipu !

"Catatan Penting : Cara diatas bukan untuk di contoh atau di tiru akan tetapi diperuntukan agar pembaca mengetahui akibat yang nanti di timbulkan dari telur palsu itu sendiri "
 

FITRIA AULIA NUFUS Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang